Refleksi Mitos Benua Atlantis Plato Pada Penciptaan Negara Ideal

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Tradisi Budaya (Folklore) digolongkan sebagai intagible cultural heritage. Folklore merupakan suatu karya cipta yang telah diketahui secara turun-temurun oleh suatu golongan masyarakat baik secara lisan maupun tulisan serta direproduksi dan merefleksikan identitas sosial dan budaya suatu masyarakat tertentu. Folklore diekspresikan melalui cerita rakyat, musik, lagu dan tarian tradisional, serta kesenian rakyat lainnya. Folklore biasanya tidak dipergunakan untuk kepentingan komersil, melainkan untuk kepentingan kebudayaan dan agama, dan Folklore secara terus-menerus berevolusi dan berkembang dalam suatu masyarakat.

Ada sebuah mitos tertuang di dalam sebuah novel fiksi-ilmiah. Mitos ini menceritakan sebuah benua yang pernah mengalami kejayaan. Sehingga benua tersebut menguasai benua lain di sekitarnya dan bahkan ditakuti oleh seluruh benua di muka bumi. Alur cerita dari novel itu, salah satunya ialah menunjukkan bahwa ada sebuah benua, bernama Atlantis, berkedudukan di sekitar Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Cerita itu menunjuk pada sebuah karya Plato yang berjudul Critias dan Timaeus. Cerita mengenai benua yang hilang sangatlah misterius dan menimbulkan banyak pertanyaan bagi sebagian besar orang. Sehingga, dengan membaca buku tersebut, saya menjadi ragu-ragu tentang antara apa yang ingin disampaikan dan apa yang telah terjadi. Apakah memang benar-benar ada Benua Atlantis? Ada yang mengatakan bahwa Benua yang hilang itu dulunya terletak di Nusantara. Dengan kesempatan di mata kuliah Etnofilsafat, saya berani untuk mengkajinya dari sisi lain.

Metode yang saya pakai untuk menafsirkan ulang teks tersebut ialah teori fusi-fusi Horizon dari Hans Georg Gadamer. Teori ini menyatukan antara pesan pengarang dengan tafsiran pembaca sehingga pembaca mendapatkan mamfaatnya. Saya menggunakan metode ini dikarenakan metode ini cocok untuk digunakan di dalam menafsirkan Mitos Benua Atlantis bila dibandingkan dengan toeri hermeneutika lainnya. Selain itu, dengan metode ini, tafsiran antara pengarang dan pembaca diketengahkan sehingga intrepretasi tidak disalahgunakan.

I.2. Permasalahan

Permasalahan yang diangkat di dalam makalah ini ialah:

  1. Bagaimana sebenarnya Mitos Benua Atlantis itu?
  2. Apa metode yang dipakai?
  3. Bagaimana penerapan metode pada mitos tersebut, apa intisarinya?

I.3. Maksud dan Tujuan

Maksud penyusunan makalah ini ialah:

  1. Mendeskripsikan Mitos Benua Atlantis;
  2. Mendeskripsikan metode Hermeneutika Gadamer;
  3. Menerapkan metode tersebut pada mitos yang diambil untuk mendapatkan penafsiran baru yang dapat diambil intisari atau teorinya.

Tujuan dari penyususan makalah ini ialah:

  1. Mendapatkan pengetahuan mengenai Mitos Benua Atlantis;
  2. Mendapatkan intisari dari Mitos Benua Atlantis;
  3. Pelaksanaan diskusi kritis agar Mitos ini dapat dikaji ulang secara teoritis.

BAB II

PEMBAHASAN

II.1. Mitos Benua Atlantis

Plato mengarang dialong Timaeus dan Critias sekitar 360 tahun sebelum Masehi. Tokoh-tokoh dalam dialog itu adalah orang-orang nyata yang dikenal oleh Plato. Critias, salah satu tokoh dialog, adalah kakek buyut Plato. Socrates, tokoh lainnya, adalah guru Plato. Hermocrates adalah seorang negarawan dan tentara dari Syracuse. Cuma satu orang yang tidak mampu dujelaskan oleh sejarah, siapa sesungguhnya dirinya, yaitu Timaeus. Sedangkan, tokoh-tokoh yang dibicarakan dalam dialog juga beragam. Pertama Critias, anak dari Dropides dan kakek dari Critias, yang terlibat dalam dialog. Keduanya memiliki nama yang sama. Solon, ahli hukum, sastrawan, dan juga seorang petualang yang hidup tiga abad sebelum Plato. Solon-lah yang mendapatkan cerita tentang Atlantis dari para pendeta kota Sais, Mesir Kuno.

Sebenarnya cerita ini hanya secuil bagian dari dialog itu yang membahas masalah Atlantis. Sebab, sebagian besar dialog justru berbicara tentang banyak hal dalam kehidupan. Tuhan, mausia, jiwa ,kesehatan, dan tubuh. Pada bagian Timaeus kita hanya akan menemukan satu dialog tentang Atlantis. Sedangkan pada bagian Critias, cerita tentang Atlantis cukup banyak.

Cerita tentang Atlantis Plato dapatkan dari kisah perjalanan Solon ke kota Sais salah satu distrik pada kerajaan Mesir Kuno. Para pendeta di kota itu bercerita tentang sejarah yang telah dilupakan oleh orang-orang Yunani tentang sebuah bangsa besar yang pernah menyerang nenek moyang mereka ribuan tahun lalu. Selama tiga abad setelah kematian Solon, cerita itu terpendam begitu saja hingga Plato mengungkapkannya lagi dalam bentuk dialog. Atlantis disebut sebagai dunia lama. Tidak ada temuan arkeologis, tidak ada peninggalan tertulis yang ada hanya cerita yang didapatkan oleh Solon dari pendeta di distrik Sais. Sebagaimana terungkap dalam dialog Timaeus dan Critias.

Salah satu pendeta yang sudah cukup tua berkata, “Solon, kalian orang Yunani tidak lebih dari anak-anak semua, tidak ada orang tua di antara kalian.” Solon bertanya apa yang dimaksud oleh pendeta dengan kata-kata itu. Ia menjelaskan bahwa dalam pikiran orang-orang Yunani yang ada hanyalah masa sekarang. Tidak ada yang berusaha untuk mencari jejak pengetahuan masa lalu. Pendeta itu menceritakan kepada Solon kenapa hal itu samapi terjadi.

Ada suatu masa ketika bangsamu dan bangsa-bangsa lainnya dilengkapi dengan kemampuan menulis serta kelengkapan hidup lainnya. Tiap masa dipisahkan oleh jarak waktu. Hingga datang waktunya, muncul wabah dari langit. Seperti penyakit campak yang ditebar begitu saja. Sehingga, yang tertinggal di antara kalian hanyalah orang-orang yang tidak bisa membaca dan tidak memiliki pengetahuan. Maka, kalian memulai lagi segala sesuatunya seperti anak-anak yang tidak mengerti apa-apa. Perihal silsilah yang kamu jelaskan kepada kami tidak lebih baik daripada cerita anak-anak.

Malapetaka dan bencana yang menimpa manusia disebabkan oleh banyak hal tertapi di antara sekian banyak hal itu, air dan api memegang peran yang paling penting. Kamu hanya mengetahui satu banjir besar yang pernah terjadi. Tetapi sebenarnya, ada banjir besar sebelumnya yang juga pernah terjadi. Menenggelamkan tempat-tempat yang dulu didiami oleh manusia terbaik dan paling adil. Ketika bencana datang hanya sebagian kecil dari mereka yang selamat. Orang-orang yang selamat itu pada akhirnya juga meninggal tanpa meninggalkan satu pun cerita tertulis.

Sebelum banjirterbesar yang pernah terjadi, kota besar Athena dikenal selalu terdepan dalam berperang. Kota itu diatur dengan pemerintahan paling baik dibandingkan kota-kota lainnya. Kota itu juga dikenal karena konstitusinya yang paling adil dibandingkan tradisi yang pernah ada pada tempat di kaki langit.

Menyangkut bangsamu sembilan ribu tahun yang lalu, aku akan menjelaskan kepadamu tentang hukum dan tindakan mereka yang terus dikenang. Sebuah keberanian menghadapi kekuatan bangsa yang muncul di tengah-tengan Lautan atlantik.

Begitu banyak tindakan angung tercatat sejarah kita. Tetapi, ada satu tindakan dan perbuatan yang melebihi semua tindakan yang pernah ada. Sejarah mencatat sebuah kekuatan besar yang sulit untuk ditandingi melakukan ekspedisi penakllukan sepanjang Asia dan Eropa. Dan kota kalian adalah sasaran akhir mereka. Kekuatan besar ini muncul di Lautan Atlantik. Pada saat itu Atlantik dapat dan bisa dilayari. Terdapat sebuah pulau yang terletak di depan selat yang kalian sebut Pillar Hercules. Pulau itu lebih luas daripada gabungan antara Asia Minor dan Libya. Melalui pulau ini, kamu bisa mengitari semua bagian benua yang dikelilingi oleh lautan. Bagian laut yang terdapat Pillar Hercules adalah sebuah pelabuhan. Memiliki pintu masuk yang sempit. Sisanya adalah lautan luas yang menggelilingi daratan sehingga bisa disebut sebagai benua tanpa batas.

Di Pulau Atlantis terdapat kerajaan yang mahabesar menguasi pulau-pulau dan benua. Orang-orang Atlantis telah menguasai bagian bumi sejauh Libya hingga Mesir dan sejauh Eropa hingga Tyrenia. Kekuasaan seluas itu terpusat pada satu orang. Mereka juga berusah menundukkan negerimu. Tetapi, Solon, nenek moyangmu memancarkan keteguhan hati dalam kebenaran dan keberanian. Di bawah pimpinan Raja Hellenis, nenek moyangmu berhasil mengusir para pendatang itu dan membebaskan negeri-negeri sekitar selat dari perbudakan oleh para pendatang.

Tidak lama kemudian terjadilah gempa dan banjir besar. Dalam satu hari satu malam malapetaka menghancurkan Atlantis. Semua prjurit tenggelam ke dasar bumi. Dan Pulau Atlantis hilang di dasar laut. Karena alasan itu, laut di sekitarnya tidak dapat dilalui dan dilayari. Banyak onggokan lumpur. Ini disebabkan oleh pulau-pulau yang tenggelam.

Konon setiap Dewa memiliki wilayahnya sendiri-sendiri di muka bumi ini. Tempat manusia membuat kuil dan melaukukan pengorbanan untuk mereka. Poseidon mendapatkan Pulau Atlantis, tempat ia menghasilkan keturunan dengan seorang wanita biasa.

Poseidon kemudian menjadi dewa tempat itu. Ia tidak memilki kesulitan untuk menetapkan aturan bagi pulau tersebut. Dari dasar bumi muncul dua jenis mata air. Satu mata air hangat, satu lagi dingin. Segala jenis tumbuhan untuk berbagai makanan tumbuh subur di atas pulau. Ia mendapatkan lima pasang orang anak laki-laki dari Cleito. Kemudian ia membagi Pulau Atlantis menjadi sepuluh bagian. Untuk putra sulungnya, ia memberikan tanah kelahiran Cleito dan daerah sekitarnya yang merupakan wilayah terluas dan terbaik. Putra sulung ia tetapkan sebagai raja di antara saudara-saudaranya yang diang diangkat sebagai pangeran. Mereka masing-masing mendapat daerah yang luas dan memerintah banyak orang.

Ia memberikan nama untuk tiap putranya. Putera tertua yang menjadi raja pertama ia beri nama Atlas. Sejak itu seluruh pulau dan lautan yang mengitarinya disebut dengan Atlantik.Kelak keturunan mereka selama sekian generasi adalah penguasa dari penduduk yang berdiam di pulau-pulau dengan laut terbuka. Dan seperti yang sudah aku ceritakan, kekuasaan mereka telah menggetarkan sunia sampai dengan pillar hingga sejauh Mesir dan Tyrhenia.

Di pulau tersebut kayu sangat melimpah ruah untuk diolah oleh tukang kayu. Juga cukup untuk dijadikan perlengkapan guna memelihara hewan ternak dan berburu hewan liar.

Lebih dari itu, terdapat banyak gajah di sana. Mereka berbagi tempat dan makanan dengan hewan-hewan lainnya, baik hewan yang hidup di sungai dan danau maupun hewan yang hidup di gunung dan dataran tinggi. Termasuk juga dengan hewan-hewan paling besar dan buas di antara mereka.

Akar, kayu dan buah-buahan yang intisarinya menghasilkan bau yang wangi terdapat melimpah di pulau itu. Buah-buahan yang sengaja ditanam bisa dibedakan dua jenis. Pertama adalah buah kering yang dijadikan sebagai makanan. Kedua adalah buah-buahan dengan kulit keras. Digunakan sebagai minuman dan obat penyakit kulit. Sementara, buah sarangan dan sejenisnya memberikan kesenangan dan hiburan. Buah-buahan yang telah disimpan bisa digunakan sebagai hidangan penutup setelah makan malam, setelah puas menikmati segala jenis makanan di pulau ini. Usai semua itu, tibalah saatnya untuk menikmati cahaya matahari yang melimpah ruah secara menakjubkan.

Pemerintahan militer berlaku di kota kerajaan. Sementara di sembilan kota lainnya bervariasi. Mengenai jabatan dan penghormatan, pada awalnya diatur sebagai berikut. Tiap raja dari sepuluh raja pada wilayah mereka masing-masing memiliki kekuasaan yang absolute terhadap rakyat. Pada beberapa kasus, di luar hukum, mereka menghukum dan membunuh siapa saja.

Sekarang dibuat hukum dan ketentuan yang lebih tinggi atas mereka. Dan hubungan timbal balik antara mereka diatur oleh Poseidon yang menguasai setiap hukum dan ketentuan. Semua ini dituliskan oleh raja pertama pada Pillar Orichalcum yang terletak di tengah-tengah pulau pada kuil Poseidon. Tempat para raja berkumpul setiap enam tahun sekali. Memberi pengormatan yang sama untuk urutan ganjil dan genap.

Ketika mereka berkumpul mereka mendiskusikan tentang keinginan mereka masing-masing. Saling menanyakan siapa di antara mereka yang telah melanggar segala sesuatunya kemudian memberikan pertimbangan dan keputusan.

Pada Pillar, selain undang-undang, juga terdapat tulisan sumpah untuk kutukan hebat bagi yang melanggar. Menghukum siapa saja di antara mereka yang telah melanggar janji mereka. Dan sebisa-bisanya, pada masa yang akan datang, mereka tidak akan melakukan kesalahan terhadap apa yang telah tertulis pada Pillar. Tidak akan memberi perintah atau menerima perintah dari siapa saja untuk melanggarnya. Mereka akan bertindak sesuai dengan hukum-hukum yang ditetapkan oleh ayah mereka, Poseidon.

Terdapat banyak hukum dan ketentuan tertulis pada kuil yang mempengaruhi raja. Tetapi, yang terpenting di antaranya adalah mereka tidak akan berperang satu sama lain. Dan mereka akan saling membantu bila salah seorang di antara mereka hendak dijatuhkan. Seperti nenek moyang mereka, mereka akan bersama-sama dalam menghadapi perang dan berbagai masalah lainnya. Memberi kekuasaan tertinggi untuk keturunan Atlas.

Dan para raja tidak memilki kekuasaan atas hidup dan matinya rakyat, kecuali ia mendapat persetujuan mayoritas dari sepuluh orang raja. Itu adalah kekuasaan sangat besar yang diberikan oleh dewa pada pulau yang hilang, Atlantis.

Selama sekian generasi, segala sifat kedewaan bertahan pada mereka. Mereka patuh pada hukum-hukum dengan penuh perasaan cinta pada dewa yang telah menciptakan mereka, untuk setiap kebenaran yang mereka miliki dan jalan untuk ruh agung. Bersatu dengan segenap kebajikan dalam hidup. Mereka mengenyampingkan semua hal kecuali kebaikan. Menerima sedikit untuk kehidupan mereka dan tidak terlalu memikirkan kepemilikan terhadap emas dan barang-barang lainnya yang mereka lihat kelak akan terkubur. Mereka juga tidak dimabukkan oleh kemewahan. Kekayaan juga tidak mencabut kontrol mereka atas diri sendiri. Tetapi, mereka adalah orang-orang yang bijak dan melihat dengan jelas bahwa kenikmatan dari benda-benda itu bisa didapatkan dalam kebaikan dan persahabatan. Walaupun mereka telah tiada, tetapi persahabatan selalu ada di antara mereka.

Masa berganti, kualitas hidup mereka meningkat tetapi sifat kedewaan mereka mulai pudar. Sifat itu semakin tipis dan mulai bercampur-baur dengan kekerasan. Sifat dasar manusia telah di angkat dari mereka. Mereka kemudian tidak lagi mendapatkan keberuntungan. Mereka tidak lagi berjalan bersama dan saling memandang secara sederajat. Mereka telah kehilangan rasa adil sebagai hadiah berharga bagi mereka. Tetapi bagi mereka yang tidak mampu melihat kegembiraan yang sesungguhnya, mereka merasa menang dan diberkati setiap kali mereka menunjukkan ketamakan dan penyalahgunaan kekuasaan.[1]

II.2. Metode Hermeneutika[2]

  1. Kesadaran akan situasi hermeneutis. Apa yang penting dari konsep situasi ini adalah bahwa seseorang tidak bisa berada di luarnya, dan oleh karena itu, takkan pernah memiliki pengetahuan objektif dan sempurna tentangnya. Intensionalitas pada kasus Mitos Benua Atlantis. Ketika ingin memahami sebuah fenomena dari jarak historis, yang jadi karakter situasi hermeneutis, kita mau tak mau terikat dengan akibat dari sejarah-berdampak ini. Dampak-dampak inilah yang menentukan apa yang patut dan apa yang tidak dari fenomena tersebut. Sangatlah tidak mungkin menuju fenomena itu tanpa mengindahkan pengaruh-pengaruh (prasangka) yang ditimbulkannya di sepanjang aliran sejarah. Sehingga, di dalam membaca Novel itu, saya mengangkat fenomena-fenomena tertentu yang saya dapat katakan sebagai pesan dari teks.
  2. Pra-pemahaman, pengetahuan yang telah didapatkan oleh pembaca di dalam faculty of kognition. Pra-pemahaman berupa konsep kenegaraan yang telah dipelajari dari berbagai sumber.
  3. Penggabungan antara horizon penafsir dengan horizon teks. Ada kesamaan konsep antara penafsir dengan teks, namun tanpa mengubah konsep pada teks. Di dalam permainan jarak dekat tersebut, terjadi proses mediasi, dan asimilasi antara masa yang lalu dengan yang kini, dan kita dikaitkan dengan yang nanti, pemahaman menjadi sesutu yang produktif, karena dia menghasilkan proyeksi. Proyeksi tersebut sebetulnya adalah pengetahuan tentang apa yang akan diadakan di masa datang. Patut diingat bahwa penyisihan ini bukanlah pekerjaan penafsir menggunakan metode, akan tetapi jarak temporal itu sendiri yang melakukan pemilahan. Dilihat dari konteks peleburan cakrawala dan situasi hermeneutis, hakikat pengalaman adalah kekecewaan dan harapan. Kekecewaan melahirkan harapan, sementara harapan akan berujung pada kekecewaan. Cakrawala dan kesadaran akan sejarah-berdampak melahirkan proyeksi-proyeksi pemahaman. Konsep itu berkaitan denga tipe-tipe kenegaraan. Kemudian, menemukan unsur-unsur lain di dalam teks (pesan-pesan Plato) yang menurut penafsir sangatlah penting.
  4. Menerapkan “makna yang berarti” dari teks, bukan makna objektif teks. Penemuan faktor-faktor yang berpengaruh di dalan kenegaraan di mana kondisinya hampir sama dengan situasi kenegaraan sekarang. Menerapkan “makna yang berarti” dari teks, bukan makna objektif teks. Penemuan faktor-faktor yang berpengaruh di dalam kenegaraan di mana kondisinya hampir sama dengan situasi kenegaraan sekarang.

II.3. Intisari Pemikiran

Deskripsi Benua Atlantis di atas menunjukan kesempurnaan sebuah benua, kesuburan, keadilan, kesempurnaan tata kota, dst. Dengan hal tersebut Plato mengungkapkan Dunia Idea-nya yang menjadi tema dualitasnya. Ia menggambarkan seperti apa dunia ideal yang menjadi dunia real sesungguhnya. Sebenarnya setiap manusia mempunyai harapan sebagai cita-cita ideal dalam kehidupan, bermasyarakat dan bernegara. Plato ingin mewujudkan itu dengan menggambarkannya dalam dunia idealnya. Mengapa harus Atlantis? Pemikiran Plato, seperti yang dijelaskan di dalam Filsafat Yunani, mempunyai kekurangan yaitu pemikirannya masih menggunakan Mitologi sebagai penggambaran. Jadi, penamaan Atlantis itu berasal dari Dewa Atlas. Tidak masalah bila ia hanya inggin menggambarkan dunia yang sempurna. Yang harus kita ambil nilai pentingnya ialah ia ingin menunjukan bahwa negara ideal menurut Plato itu seperti apa.

Plato mengungkapkan tiga golongan hirarkis tiga atau golongan orang di dalam sebuah negara. Tiga golongan itu, pertama ialah penjaga-penjaga yang sebenarnya atau filsuf-filsuf. Karena mereka mempunyai pengertian mengenai “yang Baik”, kepemimpinan negara dipercayakan ke dalam tangan mereka. Ini dideskripsikan di dalam cerita tersebut dipimpin oleh sepuluh raja bersaudara. Golongan kedua adalah pembantu-pembantu atau prajurit-prajurit. Mereka ditugaskan menjamin keamanan negara dan mengawasi supaya para warga negara tunduk kepada filsuf-filsuf. Hal ini terdapat di dalam deskripsi negara Atlantis yang terdapat kekuatan militer. Dan golongan ketiga terdiri dari petani-petani dan tukang-tukang yang menaggung kehidupan ekonomis bagi seluruh polis. Hal ini tergambarkan bahwa konsep pertanian dan warga negara di dalam pemerintahannya.

Pemikiran Plato akan negara ideal terdapat dua jenis pemerintahan yaitu demokrasi dan monarki. Demokrasi terletak pada kepemimpinan sepuluh orang raja yang harus melalui kesepakatan di dalam memutuskan suatu perkara. Monarki terletak pada kekuasaan yang dipegang oleh mereka bersifat absolut.

Menurut Plato tujuan manusia adalah eudaimonia atau hidup yang baik. Sama seperti kisah Benua ini yang menunjukan bahwa kesepuluh raja memiliki sifat itu. Menurutnya, kodrat manusia adalah makhluk sosial, digambarkan sebagai demokrasi diantara para pemimpin yang bijaksana itu bahwa dalam mengambil keputusan, mereka harus saling mengemukakan pendapatnya agar mencapai keputusan bersama. Nyata bahwa hidup yang baik menuntut juga negara yang baik. Dalam suatu negara yang buruk pada warga negara tidak mampu mencapai hidup yang baik. Ini juga tergambarkan di dalam paragraf deskripsi yang terakhir bahwa saat raja menjadi tamak maka hidupnya tidak beruntung lagi.


BAB III

PENUTUP

Pemikiran Kritis

Negara Indonesia sedang mengalami krisis kepemimpinan. Masyarakat melihat para pemimpin bukan lagi sebagai sesorang yang mengandung eudaimonia atau Yang Baik. Justru ketamakan akan kekuasaan dan materilah yang menguasainya. Pesan untuk generasi selanjutnya bahwa pengetahuan bukan untuk dijadikan sebagai alat mencetak uang tetapi mencetak Kebaikan di dalam kehidupan, maka akan menjadi kehidupan negara yang baik seperti Negara Atlantis yang makmur dan berjaya. Lalu, kapankan manusia akan menyadarinya? Kegagalan sebuah negara telah diramalkan oleh Plato.

DAFTAR PUSTAKA

Ito,Es. Negara Kelima. Serambi:Jakarta, 2008.

Muzir, Inyak Ridwan. Hermeneutika Filosofis Hans-Georg Gadamer. Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008.



[1] Es Ito, Negara Kelima (Serambi:Jakarta, 2008), hal.145-171.

[2] Inyak Ridwan Muzir, Hermeneutika Filosofis Hans-Georg Gadamer (Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hal. 135-146.


Keterangan: Makalah ini dibuat dalam rangka mata kuliah Etnofilsafat di Departemen Filsafat UI, Depok.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

saya kasih nilai A!

Posting Komentar