Eleven Minutes (Sebelas Menit)



Pengarang : Paulo Coelho

Penerbit : Gramedia

Tahun Terbit : 2007

Tebal : 357 hal

‘Pada zaman dahulu kala’ hiduplah seorang gadis di salah satu kota bagian negara Brazil. Ia bernama Maria. Dikisahkan di dalam 357 halaman mengenai kisah hidup cintanya. Meski sangat tabu bagi Maria untuk mengucapkan kata itu karena kata itulah ia kehilangan ‘cinta-cinta’nya. Karena itulah ia terjerumus ke lembah yang gelap namun ia jalani dengan tegar. Ia pun mencoba menuliskan kisahnya, perjalanan hidupnya yaitu apa itu cinta dalam sebuah judul ‘eleven minutes’ (sebelas menit). Mengapa? Karena sebelas menit itulah yang dibutuhkan pria-pria ‘gangguang jiwa’ untuk bersenggama dengan perempuan pelacuran, seperti Maria.

Kisah cinta Maria diawali dengan penyesalannya saat seorang bocah laki-laki yang hendak mendekatinya dengan cara meminjam pensil kepadanya, namun ia tolak. Tak berapa lama, ia menyesalinya ketika mengetahui bahwa pujaan hatinya telah pergi dan sekolah lagi di sekolahnya. Kemudian, ketika ia remaja dan dia dihianati karena Maria tidak membuka mulutnya saat berciuman dengan pacarnya. (sungguh menggelikan) pacarnya pun berpaling kepada salah satu temannya. Dari sinilah ia mulai sakit hati.

Ia mulai meraba bagian sensitif tubuhya dan masturbasi. Ia melayang dengan memainkan bagian itu. Ia menikmatinya. Awalnya ia tidak tahu bila itu tabu, kemudian dimarahi oleh orangtuanya. Namun, ia tetap melakukannya dan sering melakukannya. Beralih kepada pacar lain, ia memutuskan untuk menyerahkan keperawananya pada pacarnya itu di mobil. Dan ia mengancam kepada pasangannya agar tidak memberitahukan hal ini kepada orangtuanya dengan tuduhan perkosaan dan imbalan melakukan hubungan intim lagi. Tetapi, Maria tidak merasakan orgasme saat laki-laki memasuki tubuh perempuan. Ia justru orgasme saat masturbasi. Lalu, apa gunanya laki-laki?

Aku ingin memahami cinta. Aku merasa sangat hidup ketika sedang jatuh cinta, tapi segala yang kumiliki saat ini, betapapun menariknya, tidak bisa sepenuhnya membangkitkan semangatku. Tapi cinta sungguh menakutkan: aku sudah melihat teman-teman perempuanku menderita karena cinta, dan aku tidak ingin hal itu menimpaku. Dulu mereka suka menertawakan aku dan kenaifanku, tapi sekarang mereka ingin tahu, bagimana caranya aku bisa sangat mahir menangani laki-laki. Aku cuma tersenyum dan tidak bilang apa-apa, sebab aku tahu solusinya lebih berat daripada kepedihan yang ditimbulkannya: aku pokoknya tidak mau jatuh cinta. Hari demi hari semakin jelas kulihat betapa rapuhnya laki-laki… beberapa ayah teman-teman perempuanku pernah mendekatiku, tapi aku selalu menolak. Mulanya aku kaget sekali, tetapi sekarang kupikir memang begitulah laki-laki. Meski aku ingin memahami cinta, meski aku menjadi sedih kalau teringat orang-orang yang telah kubiarkan merebut hatiku, kulihat orang-orang yang berhasil menggugah hatiku justru tidak bisa membangkitkan gairahku dan orang-orang yang membangkitkan gairahku justru tak bisa menyentuh hatiku. (hlm. 29-30)

Ia pun menjadi gadis yang cantik dan dipuja-puja laki-laki. Ia bekerja di sebuah toko dan majikannya jatuh cinta padanya. Ia merasa harus melakukan petualangan ke ibu kota Brazil, Rio de Janeiro. Ia sangat mengidamkan berjalan di tepi pantai dengan menggunakan bikini seperti turis lainnya dan dilirik oleh pria tampan dan siapa tahu ia beruntung dan mengajaknya menikah. Ia pun bertemu seorang turis yang mengajaknya untuk bekerja di Switzerland dengan tawaran harga yang tinggi. Ia sulit memilih apakah ia akan pulang ke kota atau akan pergi bersama turis pria itu untuk bekerja dan bertualang ke Eropa. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke negara tersebut dengan syarat kembali terlebih dahulu ke kotanya.

Setibanya di kota Swiss, ia kira akan mendapat gaji besar dan petualangan. Ternyata apa yang ia harapkan tidak menjadi kenyataan. Ia terkurung dengan gadis-gadis dari negara lain, tanpa mengerti bahasa mereka. Maria diharuskan kerja yaitu menari samba di klab malam selama waktu yang dijanjikan oleh pria asing itu. Tak berapa lama, Maria mengikuti les bahasa perancis dan jatuh cinta kepada gurunya yang berasal dari Arab. Hubungannya diketahui oleh bosnya, sehingga Maria pun dipecat dari pekerjaan itu. Ia pun mencari pekerjaan ke biro pencari kerja. Lama ia menunggu panggilan. Akhirnya di hari-hari terakhir penderitaan karena ia hanya punya sedikit uang, ada biro yang memberitahunya bahwa ada perusahaan modeling yang tertarik padanya. Kemudian ia membuat janji dengan orang yang disebutkan dan tempat yang telah dijanjikan. Ia pergi ke tempat itu dan bertemu dengan lelaki Arab. Bukan pekerjaan modeling yang ia dapatkan, namun tawaran ‘menemani minum’ di hotel yang ia dapatkan, dengan imbalan seribu franc. Ia diam dan berpikir. Akhirnya ia setuju karena bila menolak ia akan menjadi gelandangan di negeri asing ini.

Aku sudah tahu, apa sebabnya laki-laki mau membayar untuk ditemani wanita: dia ingin merasa bahagia. Dia tidak akan membayar seribu franc sekedar untuk mengalami orgasme. Dia ingin merasa bahagia. Aku juga demikian, semua orang pun begitu, tapi tak seorang pun merasa bahagia. Apa ruginya kalau untuk sementara aku memutuskan menjadi… susah memikirkan kata ini maupun menulisnya… tapi blak-blakan sajalah… apa ruginya kalau untuk sementara aku memutuskan menjadi pelacur? Kehormatan. Harga diri. Menghormati diri sendiri. Meski kalau dipikir-pikir aku tidak pernah punya ketiganya. Aku tidak minta dilahirkan, tidak pernah ada yang mencintaiku, aku selalu saja mengambil keputusan-keputusan yang salah—jadi sekarang biarlah kehidupan yang memilihkan jalanku.(hlm. 86-87)

Maria berjalan mencari klab malam. Ia mendapatkan suatu jalan bernama Rue de Berne. Semua orang di Swiss mengetahui bahwa jalan itu dan klab-klab itu menyediakan perempuan-perempuan yang dapat di bawa ke hotel. Namun, menjadi tabu untuk dibicarkan di depan umum, cukuplah mereka tahu dan menjadi ‘rahasia’ umum. ‘Copacabana’ itulah nama klab yang ia singgahi. Peraturan pertama: pakaian, kedua: tidak boleh menyerobot pelanggan teman perempuan lain, ketiga: koktail buah, dansa, 350 franc, bila tamu istimewa seribu franc, lalu pergi ke hotel. Paling tidak dalam semalam ia mendapat 2-3 pelanggan. Selama sekitar enam bulan Maria akan bekerja di sana dan mengumpulkan uang untuk menggapai cita-citanya: pulang ke kotanya di Brazil, membeli sebidang ladang, membeli ternak dan sebagai modal usaha. Ia ingin menyenangkan kedua orang tuanya.

Maria suka meminjam buku di perpustakaan. Ia dipandang terpelajar dan cerdas dibandingkan teman-temannya di Copacabana. Ia membaca buku psikologi, buku ekonomi dan lainnya agar ia dapat mengobrol dengan pelanggannya yang berasal dari berbagai bidang. Ia menjadi seorang penyembuh jiwa saat pelanggannya mengalami depresi. Hanya Maria yang melakukan demikian. Ia juga membaca buku tentang pertanian untuk bekal kelak ia kembali ke kotanya. Saat ia sedang senggang, ia pergi sebuah café dekat gereja serta papan nama yang bertuliskan Santiago. Saat ia masuk ke café itu, ia melihat seseorang yang sedang melukis seorang tokoh yang dikatakan oleh pelayan bar adalah orang penting. Tak lama kemudian, pelukis itu menyanjung Maria karena ia memiliki cahaya. Pelukis itu meminta ijin untuk melukis Maria. Akhirnya pelukis itu pun mengatahui siapa Maria sebenarnya. Namanya Ralf Hart. Sekarang ia sering mengunjungi Maria di tempat kerjanya. Ralf Hart adalah tamu istimewa di Copacabana. Ia membayar Maria bukan sekedar ‘menemaninya’ namun ia ingin maria mengajarkannya mengenai hasrat.

Akhirnya Maria jatuh cinta kepadanya. Namun, Maria enggan memberi pernyataan, karena ia tidak ingin memilki Ralf Hart. Maria berkeyakinan saat kita memiliki orang lain makan ia akan memasung kebebasan orang itu. Jadi, lebih baik semuanya mengalir. Selain Ralf Hart, ada tamu istimewa yang berasal dari Inggris. Laki-laki itu mengajarkan mental budak dan mental tuan. Maria menjadi budak dan laki-laki itu menjadi tuan. Maria mendapat pengetahuan mengenai masokis. Ia puas akan pengalamannya mengenai masokis. Namun, Ralf Hart memberinya pengetahuan lain bahwa masokis itu hanya alasan manusia saja untuk mencapai kebahagiaan. Padahal seharusnya manusia memang selayaknya bahagia tanpa alasan pembenaran yaitu kesakitan.

Lagi-lagi seperti di cerita Hollywood yaitu ‘happy ending’ di mana sang pria mengejar pasangannya yang hendak pergi dan berdiri di hadapannya dengan seikat bunga. Lalu hidup bahagia (saat itu, karena cerita berhenti)…

Catatan filosofis dalam novel ini dan baik untuk direnungi:

Φ Membuat kesalahan adalah bagian dari hidup. Bekata ‘ya’ pada kehidupan. (hlm. 42-43)

Φ Kalau anda mesti setia pada seseorang atau sesuatu, pertama-tama anda harus setia pada diri anda sendiri dahulu. Kalau anda hendak mencari cinta sejati, pertama-tama anda harus mengeluarkan cinta-cinta yang biasa-biasa saja dari diri anda. (hlm. 43)

Φ Sedikit pengalaman hidup yang telah kuperoleh (Maria) mengajariku bahwa kita tidak punya apa-apa, semuanya hanya ilusi—baik menyangkut hal-hal yang bersifat materi ataupun spiritual. Siapa pun yang pernah kehilangan sesuatu yang mereka pikir milik mereka pada akhirnya menyadari bahwa tidak ada sesuatu pun yang benar-benar milik mereka. Dan kalau aku tidak memiliki apa pun, berarti buat apa membuang-buang waktu mengurusi hal-hal yang bukan milikku; lebih baik aku bersikap seolah-olah baru hari ini aku hidup (atau hari terakhirku hidup). (hlm. 43)

Φ Anda bisa memilih: menjadi korban dunia ini atau menjadi petualang yang mencari harta karun. Tinggal bagaimana anda memandang hidup anda. (hlm. 58)

Φ Pernah ada pengarang yang mengatakan bukan waktu yang mengubah manusia, bukan pula pengetahuan; satu-satunya yang bisa mengubah pikiran manusia adalah cinta. Omong- kosong! Orang yang menulis itu sudah jelas hanya melihat dari satu sisi saja. Memang benar, cinta merupakan salah satu hal yang bisa mengubah keseluruhan hidup seseorang, dari satu saat ke saat berikutnya. Tapi ada pula unsur lain, unsur kedua yang bisa membuat manusia mengambil jalur yang sama sekali berbeda dari jalur yang telah dia rencanakan sebelumnya; dan unsur kedua itu adalah keputusasaan. Ya, barangkali cinta memang benar bisa mengubah manusia, tapi keputusasaan bisa lebih cepat lagi mengubah orang. (hlm. 75-76)

Φ Memang seperti itulah dunia ini: orang-orang bicara seolah-olah mereka tahu segala-galanya, tapi kalau kita berani bertanya, ternyata mereka sebenarnya tidak tahu juga. (hlm. 81)

Φ Dalam cinta, tak seorang pun bisa menyakiti orang lain; kita masing-masing bertanggung jawab atas perasaan kita sendiri, dan tidak bisa menyalahkan orang lain atas apa yang kita rasakan. Sakit rasanya sewaktu ak kehilangan pria-pria yang membutku jatuh cinta. Tapi sekarang aku yakin tak ada yang namanya kehilangan itu, sebab orang tidak memiliki orang lainnya. Itulah pengalaman kebebasan yang sesungguhnya: mempunyai hal yang paling penting di dunia, tanpa memilikinya. (hlm. 121)

Φ Nafsu membuat orang sulit makan, tidur, malas bekerja, dan kehilangan rasa damai. Banyak orang takut padanya, karena setiap kali nafsu itu muncul, dia akan menghancurkan apa saja yang dilaluinya. Tak seorang pun ingin hidupnya menjadi kacau. Itulah sebabnya banyak orang mati-matian mengekang ancaman nafsu itu, dan berhasil menjaga tegaknya sebuah bangunan yang sesungguhnya keropos dan lapuk. Mereka menjelma menjadi insinyur yang merekayasa kehidupan. Tetapi ada orang yang berpandangan lain: tanpa berpikir panjang mereka menyerah dan takluk pada kekuasaan nafsu, seraya berharap akan menemukan solusi bagi seluruh masalah kehidupan mereka. Mereka bergantung pada orang lain demi kebahagiaan hatinya, dan tak segan-segan menyalahkan orang lain manakala hatinya gundah. Jiwa mereka melambung ke awang-awang jika mendapatkan kesukaan, namun dengan mudah akan berputus asa jika harapannya tak terpuaskan. Mana sikap yang lebih berbahaya—menjauhi nafsu atau meleburkan diri ke dalamnya? (hlm. 159)

Φ Semua orang pasti tahu cara mencintai, karena rahmat itu menyertai kita sejak lahir ke dunia. Banyak orang yang punya bakat alami untuk mencintai, namun sebagian besar dari kita terpaksa harus belajar kembali dan mengingat-ingat cara mencinta, dan semua orang tanpa kecuali, harus kembali menyalakan api emosi mereka yang lama pupus, agar dapat kembali merasakan kebahagiaan dan kepedihan tertentu, menghayati pasang-surut kehidupan, hingga mereka mampu menemukan benang merah yang membentang di balik setiap perjumpaan dua hati, karena benang merah itu sesungguhnya ada. Dan kalau sudah begitu, barulah segenap raga kita akan mengungkapkan bahasa jiwa yang kita kenal dengan sebutan seks. (hlm. 183)

Φ Orang tak mungkin eksis tanpa kehadiran orang lain; orang tak mungkin tahu cara menghina dan merendahkan orang lain kalau dia sendiri belum pernah mengalami dinista dan direndahkan. (hlm. 194)

Φ Marquis de Sade mengatakan, pengalaman manusia yang terpenting adalah yang membawanya ke batas kekuatan daya tahannya; hanya dengan cara itu kita bisa belajar, karena pengalaman seperti itu akan menguras tandas seluruh nyali kita. Majikan yang menghina buruhnya atau lelaki yang merendahkan istrinya adalah manusia pengecut atau sekadar melampiaskan kesumatannya terhadap kehidupan; mereka itulah orang-orang yang tak pernah berani menengok ke dalam dasar palung jiwa mereka, tak pernah berusaha memahami asal-usul nafsu untuk melepaskan makhluk buas yang bercokol di dalam hati mereka, atau mencoba mengerti bahwa seks, kepedihan, dan cinta merupakan serangkaian pengalaman yang ekstrem. Hanya orang-orang yang pernah menjamah wilayah itu bisa memahami kehidupan; sedangkan segala urusan lainnya hanyalah rutinitas untuk membunuh waktu, menjalani tugas-tugas yang sama dan monoton, tumbuh dewasa, menjadi tua, lalu mati tanpa pernah sungguh-sungguh memahami apa yang kita perbuat di dunia ini. (hlm. 195-196)

Φ Menurut Plato, pada awal penciptaan dahulu, lelaki dan perempuan tidak seperti yang kita lihat sekarang ini; ketika itu hanya ada satu jenis manusia yang tubuhnya agak pendek, dengan batang tubuh dan leher, namun kepalanya memiliki dua wajah yang memandang ke dua arah berbeda. Bentuknya mirip dua makhluk yang punggungnya saling direkatkan—keduanya memiliki alat kelamin sendiri-sendiri, punya empat kaki dan empat lengan. Tetapi dewa Yunani menjadi cemburu karena makhluk tersebut punya empat lengan yang memungkinkan mereka bekerja lebih keras, dan punya dua wajah yang membuat mereka selalu waspada dan tak mungkin lengah; dan keempat kakinya memungkinkan dia berdiri atau menempuh perjalanan panjang tanpa merasa lelah. Dan yang lebih membahayakan adalah fakta bahwa makhluk itu memiliki dua organ kelamin, sehingga dia tak memerlukan pasangan untuk bereproduksi. Zeus, dewa penguasa Olympus, berkata: “Aku punya rencana untuk membuat makhluk manusia itu kehilangan sebagian kekuatan mereka.” Dan dengan cambukan kilat, dipotongnya makhluk itu menjadi dua bagian, maka terciptalah lelaki dan perempuan. Pemisahan mereka telah meningkatkan penghuni dunia, namun pada saat yang sama juga menyebabkan manusia kacau dan lemah, karena mereka harus mencari separuh dirinya yang hilang, dan memeluknya lagi—dan setiap kali mereka memeluk separuh bagiannya yang hilang itu, kekuatan mereka kan pulih lagi, begitu pula kemampuan mereka untuk mencegah terjadinya penghianatan serta menjaga stamina untuk menempuh perjalanan panjang dan menjalani kerja keras. Perbuatan manusia yang saling memeluk dan menyatu kembali itulah yang kita sebut seks atau persetubuhan.(hlm. 206-207)

Φ Setiap manusia punya nafsu keinginan tersendiri; nafsu adalah bagian diri yang paling berharga dan, meski sebagai emosi, nafsu bisa membuat orang menjauh, namun nafsu juga bisa membuat orang-orang yang kita cintai serasa lebih dekat. Nafsu itulah emosi pilihan sukmaku; nafsu yang kuat menggelora dan menghanyutkan segala benda dan orang lain di sekitarnya. Dalam keseharianku aku lebih suka hidup di dalam realita. Aku ingin bersikap praktis, efesien, dan profesional. Namun aku ingin selalu berteman dengan nafsu. Bukan karena sebuah kewajiban atau pelarian untuk menepis kesunyian hatiku, namun karena nafsu memang indah. Sangat indah.

Φ Wajar saja orang merasa cemburu, meskipun kehidupan yang dijalaninya membuktikan bahwa rasa cemburu adalah emosi yang sia-sia, mengingat dia bisa saja mencari dan menguasai lelaki lainnya—orang yang sudi dikuasai cemburu sesungguhnya telah membodohi dirinya sendiri. Meskipun begitu, dia sungguh tak kuasa menahan rasa itu, dan tak henti-henti memikirkannya, meskipun itu hanya membuktikan kerapuhan dirinya. Cinta yang perkasa adalah cinta yang bisa menunjukkan sisi lemahnya. Tapi bila cintaku nyata (bukan semata-mata caraku membodohi diri sendiri, lari dari realitasku, atau sekedar mengisi waktu luang di tengah-tengah kota yang menjenuhkan ini), maka kebebasan jiwa akan mengalahkan kecemburuan dan mengobati luka hati yang ditorehkannya, karena kepedihan hati merupakan bagian dari sebuah proses yang alami. Semua orang yang suka berolahraga pasti mengerti: jika kau ingin mencapai tujuanmu, kau harus siap menjalani rasa sakit dan kesusahan. Pada awalnya pengalaman seperti itu membuatmu merasa tak nyaman dan patah semangat, namun pda saatnya nanti kalian akan tahu bahwa pedih perih itu adalah bagian dari proses untuk mencapai rasa nyaman, bahkan kelak kalian akan tiba di satu titik di mana, tanpa rasa sakit itu, kalian merasa latihan kalian belum maksimal.(hlm. 225)

Φ Selama tiga ribu tahun banyak seniman membuat karya pahat dan lukisan, juga menulis buku. Begitu juga selama itu para pelacur terus menjalani pekerjaannya seakan-akan nasib tidak mungkin berubah. Sepak terjang pelacur dalam peradaban disebut secara terang-terangan di dalam berbagai naskah klasik, pada aksara hieroglif di Mesir, pada tulisan-tulisan kuno dari peradaban Sumeria, juga di Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. tapi profesi itu baru diorganisir pada abad keenam SM, ketika seorang senator Yunani bernama Solon berinisiatif mendirikan rumah bordil yang dikelola oleh Negara, dan mulai menarik pajak dari transaksi haram itu. Di pihak lain ,peringkat para pelacur ditetapkan menurut besar-kecilnya pajak yang mereka bayar kepada Negara. Pelacur kelas paling bawah disebut pornai—mereka adalah kepunyaan pemilik bordil. Peringkat yang lebih tinggi diduduki peripatetica, penjaja cinta yang bebas memikat lelaki di jalanan. Terakhir, dan tentu yang paling mahal, adalah hetaera atau perempuan yang menemani perjalanan para pedagang atau pengusaha, makan di restoran mahal, bebas mengatur keuangannya sendiri, banyak memberikan saran dan ikut andil dalam perpolitikan di kota tempat mereka tinggal.

Sejarawan Yunani, Herodotus, pernah menulis sejarah negeri Babilonia: “Bangsa itu punya tradisi yang aneh, yang mengharuskan semua perempuan kelahiran Sumeria untuk—paling tidak sekali dalam kehidupan mereka—pergi ke kuil Dewi Ishtar dan menyerahkan tubuhnya ke pelukan orang asing, sebagai lambang keramah-tamahan, dan mereka juga diupah secara simbolis.” Pengaruh Dewi Ishtar di kawasan Timur Tengah sampai mencapai Sardinia, Sisilia, bahkan beberapa bandar di Laut Tengah. Kemudian, semasa kekaisaran Romawi, muncul dewi lain, Vesta, yang meminta persembahan berupa keperawanan atau pengorbanan total. Demi menjaga nyala api suci di kuilnya, semua perempuan pelayan kuilnya diharuskan mengajari para pemuda dan raja-raja untuk mencapai kematangan seksual—mereka akan melatunkan tembang-tembang erotis, membiarkan dirinya kesurupan dan menebarkan kegembiraan mereka ke seluruh jagat raya dalam bentuk penyatuan diri dengan para dewa-dewi.

Φ Dosa yang hakiki bukanlah buah apel yang dimakan oleh Hawa, melainkan keyakinan bahwa Adam juga perlu ikut merasakan sesuatu yang dia nikmati. Hawa takut menempuh jalan kehidupannya tanpa seseorang mendampinginya, dan oleh karenanya dia ingin berbagi rasa dengan lelaki itu. Pada kenyataannya banyak hal yang tak mungkin dibagi. Kita juga tak pelu takut pada samudra tempat kita meleburkan kebebasan jiwa kita; rasa takut akan membuat orang jeri untuk berenang. Manusia terjun ke dalam api neraka agar dapat memahami semua itu. Cintailah orang lain, tapi jangan coba-coba saling menguasai.

Kelebihan novel ini ialah pencarian identitas cinta. Serta diwarnai oleh pemikiran-pemikiran filsosofis meski tidak disebutkan pemikir aslinya, misalnya terdapat pemikiran Nietzche mengenai semangat amor-fati (‘ya’ pada kehidupan). Novel ini dapat menjadi pencerahan terhadap kebimbangan diri akan sikap kita terhadap pilihan, lalu apa itu cinta meski kita sudah mengetahuinya dan mengalami amnesia.

Kekurangan novel ini ialah terlalu vulgar dalam tema seksualitas.