Resensi Novel:The Witch of Portobello


Judul : The Witch of Portobell (Sang Penyihir dari Portobello)

Penulis : Paulo Coelho

Alih Bahasa : Olivia Gerungan

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama

Tebal : 307 halaman

Perempuan itu adalah Athena dengan nama asli Sherine Khalil. Diadopsi oleh pasangan yang tidak mendapatkan keturunan. Ibunya, Samira R Khalil seorang ibu rumah tangga yang hidup di Beirut, memilihnya di antara bayi yang terdapat di panti asuhan negara Romania. Sebelumnya, kepala panti asuhan menyuruhnya untuk tidak mengambil bayi perempuan tersebut karena ibu yang melahirkannya adalah seorang Gipsi. Namun, ia tidak berpindah hati dan menetapkan keputusan untuk mengadopsinya.

Athena pun bertambah umur menjadi anak berkulit putih dan cantik. Namun, ada suatu keanehan yang dianggap Ibu angkatnya tidaklah normal bahkan sebuah kutukan bahwa di usia dini ia sudah intens ke Gereja dan hafal Alkitab di luar kepala. Ibunya heran karena yang seharusnya anaknya lebih menyukai televisi atau seharusnya ia bermain sesuka hati dibandingkan Alkitab. Selain itu, ia suka bermain dengan teman kasat matanya dan boneka-boneka yang dianggapnya bisa berbicara. Lebih parah lagi yaitu saat ia melihat seorang wanita berpakaian putih seperti Perawan Maria. Ibunya syok dan mengambil strategi untuk mengubahnya. Bukan perubahan yang didapatkan sang ibu tapi keadaan Athena yang tambah parah pada saat anaknya bercerita melihat neraka sudah mendekat. Ibunya sudah memastikan itu bukan menstruasi sesuai perkirannya. Namun, Athena tetap menangis tanpa berhenti. Keesokan harinya memang terjadi pembunuhan, dan perang antar klan dimulai. Para warga terbunuh selama 1 tahun dan masih berlangsung. Sherine berkata bahwa perang ini akan berlangsung sangat lama dan sangat lama. Orang tuanya bingung dan kemudian memutuskan untuk pindah ke Inggris, London.

Saat ia di London, ia melakukan aktifitasnya seperti biasa hingga ia bertemu dengan seorang laki-laki dan mereka berniat untuk menikah meski ditentang oleh kedua keluarga. Hal itu terlaksana dan mempunyai satu orang anak bernama Viorel. Namun, pernikahannya tidaklah semulus apa yang diperkirakan karena kesulitan ekonomi dan kekurangan perhatian suaminya yang sibuk berja terhadap kehidupan istri dan anaknya. Sehingga, mereka memutuskan perceraian. Athena dan anaknya hidup di sebuah apartemen dan ia bekerja di sebuah bank yang tidak jauh dari sana. Saat ia hendak menemani anaknya tidur, ia mendengar sebuah musik yang berisik berasal dari tetangga lantai bawahnya dan menghampiri kamar tersebut dan menyuruh tetangganya untuk mengecilkan volume suara. Betapa anehnya ketika ia melihat banyak orang yang sedang menari berputar dan mata terpejam. Ia menanyakannya kepada pemilik kamar apartemen yang sekaligus adalah pemilik apartemen apa yang sedang dilakukan mereka. Penghuni apartemen itu menjelaskan bahwa tarian itu ditulis oleh kakeknya sebagai catatan dari kenangan istrinya bahwa tarian tersebut untuk mencapai trans dan melihat sebuah cahaya abadi yang disebut Vertex. Dari situlah Athena tertarik untuk mengikuti ritual tarian tersebut. Dan pekerjaannya di bank semakin mulus. Begitu juga karyawan bank yang lain sehingga terjadi peningkatan yang signifikan akan kinerja bank tersebut. Adapun seorang manajer yang khawatir melihat perubahan tersebut dan berbincang-bincang dengannya untuk menemaninya membuat presentasi di seluruh manajer yang berkumpul dari seluruh dunia agar bank-bank dari seluruh dunia dapat menerapkan manajemen yang mereka pilih. Mereka menjelaskan mengenai tarian tersebut. Sebagian besar manajer merasa aneh dan tidak masuk akal. Namun, tidak halnya dengan Kepala Manajer yang bercerita tentang kehidupannya yang kosong. Sampai suatu saat ia tertarik akan Athena dan mempromosikannya ke Dubai.

Di Dubai, Athena bertemu Nabil Alaihi seorang koki yang menjamu orang-orang asing yang singgah di padang pasir. Ia bersama anaknya bertanya apakah ia dapat menunjukan sesuatu yang berharga untuknya? Awalnya perempuan itu menolak, namun ia melihat sesuatu yang lain dalam diri perempuan itu dan mengajarkannya Kaligrafi. Ia mengajarkan kesabaran. Dengan tulisan itu ia juga bisa mencapai trans dengan memusatkan jiwa dan otak untuk mendapatkan sebuah manifestasi. Ternyata, keinginan Athena tidak hanya menguasai konteks Kaligrafi saja karena di dalam hidupnya masih ada ruang kosong sehingga ia perlu mencari sesuatu. Sesuatu itulah yang ia cari ke rumah kedua orang tua angkatnya. Di sana ia bertanya mengenai asal-usul ibu yang pernah melahirkan dan mencampakkannya ke dalam panti asuhan. Ibunya pun merasa khawatir tentang ini sejak dulu, bahwa suatu saat anaknya akan kembali kemana orang tua aslinya. Tapi apa daya ibunya dan ayah Athena pun mendukungnya untuk pergi ke Rumania mencari ibunya yang berasal usul sebagai Gipsi.

Sesampainya di Rumania banyak orang yang ia jumpai. Salah satunya ialah Edda yang nantinya akan menjadi guru spiritualnya. Edda mengajarkan bahwa orang-orang yang tidak pernah puas seperti kita dilahirkan untuk menjadi berbeda. Dan menjadi berbeda adalah sebuah pencerahan dan kebanggan tersendiri. Edda menuntun Athena untuk mencari pelajaran lain dengan mengajari orang lain tanpa bekal pengetahuan apa pun. Selain Edda, ia bertemu seorang laki-laki yang berprofesi sebagai jurnalis, dan ia sangat mencintai Athena. Namun, cintanya tidak terbalas karena menurut pengakuan, Athena memiliki kekasih di School Yard. Dari perjalanannya ia pun bertemu seorang ibu yang melahirkannya, bernama Liliana. Athena pun diam seribu bahasa. Namun, ibunya berhasil menceritakan kejadian malang yang menimpa Athena karena ibunya mencintai laki-laki asing diluar kelompok gipsi sehingga apabila ia memelihara anak terlarang itu maka ia harus diusir dari komunitasnya. Setelah bertemu dengan ibunya ia pun harus kembali ke orang tuanya karena ruang kosong itu tidaklah menjauh dan menghilang. Ia berkonsultasi pada Edda dan menjalani ritual di Scotlandia dan pulang pergi menemui keluarga dan mengajar ritual kepada pemain teater, Andrea, kekasih sang Jurnalis. Ritual tersebut mengajak semua anggota teater untuk memahami pemikiran dan perasaan ynag menyatu kepada bumi. Hal yang aneh menurut mereka sehingga mereka bingung dan sebagian besar dari mereka kecuali sutradara menginginkan kembali suasana seperti itu. Lalu, diadakanlah pertemuan itu kembali di apartemen Athena. Apartemennya tidaklah sepenuh apartemen lain. Ruangannya sangatlah sederhana, bercat putih dan hanya ada meja, radiotape dan rak kaset musik. Di sana, di waktu yang telah mereka tentukan, Athena mengajak untuk menari namun dengan melawan irama yang ada. Beberapa hanya diam, yang lain protes, dan satu menari dengan apa yang diinstruksikan. Athena pun menari melawan irama, lalu ia berputar-putar dan berbicara. Ia mengaku sebagai Hagia Sofia namun menggunakan badan Athena. Ia menunjukan masa depan salah satu aktor bahwa ia harus diperika secepatnya oleh dokter karena ada penyakit tertentu dalam tubuhnya. Menunjukkan pula pada sang jurnalis bahwa ia harus berhenti minum obat penenang dengan begitu maka ia dapat tidur dengan pulas. Dan begitu pula dengan semua orang di dalam ruangan itu. Sesaat setelah itu, ia kembali normal. Penjelasn itu ialah karena Cahaya Sang Ibu Agung sedang mengambil alih dirinya dan menunjukkannya masa depan. Apa yang dikatakan Hagia Sofia memang benar saat semua anggota itu melakukan apa yang diperintahkannya.

Kesokan harinya para tetangganya pun penasaran sehingga ritual itu dijalankan setiap minggu. Cerita itu pun menyebar dengan cepat dan Apartemennya sudah tidak mampu menampung orang ribuan sehingga harus dilaksanakan di gedung sebelah yang tidak terpakai. Ia dijuluki The Witch of Portobello karena kawasan apartemennya di daerah Portobello. Tak lama, ia mendapat serangan dari Pendeta dan mengajak dari anggota geraja untuk berdemonstrasi menutup ritual sesat itu yang menyembah Ibu Agung. Athena pun tidak lekas mengurungkan niatnya untuk berhenti melakukan ritual itu. Menurutnya, ini adalah misi Ibu Agung. Namun, keadaan pun semakin parah karena ia dituduh oleh masyarakat setempat dan mengajukannya ke pengadilan karena mengabaikan dan tidak bisa merawat anaknya. Athena sedih dan ia memutuskan untuk berhenti dari misinya dan ia tidak bisa terpisah dari anaknya.

Meski misinya telah pudar, ia menyerahkan misi itu kepada muridnya, Andrea McCain. Di akhir cerita, kekasihnya dari kepolisian di School Yard membantunya merekayasan kematian Athena agar kehidupannya tidak diteror oleh masyarakat sebagai aliran sesat dan agar kehidupan keluarganya damai.

Catatan filosofis dalam novel ini dan baik untuk direnungi:

Semua orang mencari guru yang sempurna, tapi meskipun pengajaran mereka mungkin saja menakjubkan, semua guru juga hanyalah manusia, dan orang-orang sulit menerima kenyataan ini. Jangan campuradukkan guru dengan pengajarannya, ritual dengan sensasi di dalamnya, perantara sebuah simbol dengan simbol itu sendiri. Tradisi terhubung kepada perjumpaan kita dengan kekuatan-kekuatan kehidupan, bukan kepada orang-orang yang memungkinkan perjumpaan itu terjadi. Sungguh kasihan orang-orang yang mencari gembala dan bukannya mengharapkan kebebasan! Perjumpaan dengan energi superior bisa terjadi pada semua orang, tetapi jauh dari mereka yang mengalihkan tanggung jawab ke pundak orang lain. Waktu kita di Bumi ini sakral adanya, dan kita seharusnya merayakan setiap detiknya.(hal. 22&23)

Ada gagasan yang setiap kali kita pergi ke supermarket bahwa mereka menggunakan musik yang ditransmisikan untuk mendorong pelanggannya membeli lebih banyak. (hal. 83)

Meski Plato mengemukakan bahwa jiwa adalah yang terpenting, ia harus terhubung pada otakmu agar semua berjalan dengan lancar dan dapat melakukan apa saja yang engkau kehendaki. Pemikiran ada terlebih dahulu sebelum kata-kata. Tubuh harus dididik agar jiwa termanifestasikan di dalamnya. (hal. 95)

Apa itu guru? Dia bukanlah orang yang mengajarkan sesuatu, tapi orang yang menginspirasi muridnya untuk mengupayakan yang terbaik demi bisa menguak apa yang sesungguhnya sudah diketahui sang murid.(hal.96) Tradisi yang sebenarnya adalah ini: sang guru tak pernah memberitahu muridnya apa yang harus dia lakukan. Mereka sekedar teman seperjalanan, berbagi rasa, ketidaknyamanan ‘pengasingan’ ketika dihadapkan pada persepsi-persepsi yang terus berubah-ubah, batas pandang yang terus meluas, pintu-pintu yang tertutup, sungai-sungai yang kelihatannya menghalangi jalan mereka, dan pada kenyataannya tidak seharusnya disebrangi, melainkan disusuri. Hanya ada satu perbedaan antara guru dan muridnya: sang guru sedikit lebih berani dari sang murid. Karenanya, ketika mereka duduk berhadapan di depan satu meja atau di depan perapian dan bercakap-cakap, yang lebih berpengalaman mungkin akan berkata, “Kenapa kau tidak melakukan itu?” Tapi dia tak akan pernah berkata, “Pergilah ke sana dan kau akan tiba di tempat yang pernah kucapai,” karena setiap jalan dan setiap tujuan adalah unik bagi setiap individu. Guru yang sebenarnya. Memberikan muridnya keberanian untuk menggoyahkan dunianya dari keseimbangan, meskipun sang murid ketakutan akan hal-hal yang mereka temukan, dan lebih takut lagi akan apa yang mungkin muncul berikutnya.(hal. 243)

Apa sebenarnya kebahagiaan itu? Cinta, kata orang. Tapi cinta tidak dan tidak akan pernah membawa kebahagiaan. Sebaliknya, dia adalah kegelisahan yang kekal, medan peperangan; dia adalah malam-malam yang tak terlelap, terus mempertanyakan diri kita apakah sudah melakukan hal yang tepat. Cinta sejati terbentuk dari gairah dan derita.

Apakah kedamaian? Kalau kita melihat sang Ibu, dia tak pernah damai. Musim dingin berperang dengan musim panas, matahari dan bulan tidak pernah bertemu, harimau mengejar manusia, yang takut pada anjing, yang mengejar kucing, yang mengejar tikus, yang menakutkan bagi manusia.

Uang membawa kebahagiaan. Baiklah. Kalau demikian, semua orang yang sudah mengumpulkan cukup uang untuk meraih standar kehidupan yang tinggi sudah bisa berhenti bekerja. Tapi lalu mereka menjadi lebih bermasalah daripada sebelumnya, seperti takut kehilangan semuanya. Uang menarik lebih banyak uang, itu benar. Kemiskinan mungkin membawa ketidakbahagiaan, tapi uang tidak selamanya membawa ketidakbahagiaan.

Menghabiskan banyak waktu dalam hidup untuk mencari kebahagiaan. Apakah rasa senang? Rasa senang itu seperti seks-ada awal dan akhirnya. Kepuasan, kenikmatan, tapi kebahagiaan? Saat bertanya kepada orang,”Apakah kau merasa bahagia.” Dan mereka menjawab, “Ya, aku bahagia.” Kemudian bertanyalah lagi, “Apakah kau ingin lebih bahagia?”. Mereka akan menjawab, “Tentu saja.” Maka jawaban balasannya hanyalah 3 kata, “Anda tidak bahagia.” (hal. 151)

Dan apakah ada yang lain yang ingin kau pertahankan? Suatu hari nanti, semua yang kau miliki akan harus kau berikan. Pepohonan memberi supaya mereka bisa hidup, karena mempertahankan berarti musnah. Dan di manakah ada kehormatan yang lebih besar daripada yang terdapat dalam keberanian dan keyakinan diri, bukan kemurahan hati, untuk menerima? Hanya sedikit yang bisa kauberikan ketika kau memberi apa yang kau miliki. Ketika kau memberikan dirimulah kau benar-benar memberi. (hal. 184)

Menurut salah satu psikoanalisis Swiss, Carl Gustav Jung, kita semua minum dari mata air yang sama. Mata air yang disebut “jiwa dunia”. Seberapa pun kerasnya kita berusaha menjadi individu yang independen, satu bagian ingatan kita adalah sama. Kita semua mencari bentuk ideal dari kecantikan, tarian, keilahian, dan musik.

Jung biasa membagi perkembangan individual ke dalam empat tahapan: yang pertama adalah Persona-topeng yang kita gunakan setiap hari, berpura-pura menjadi diri kita yang sebenarnya. Kita percaya bahwa dunia bersandar pada kita, bahwa kita adalah orangtua menakjubkan dan bahwa anak-anak kita tidak memahami kita, bahwa bos kita tidak adil, bahwa impian setiap manusia adalah untuk tidak bekerja dan terus-menerus berpergian. Banyak orang menyadari ada yang salah dengan cerita ini, tapi karena mereka tidak ingin mengubah apa pun, mereka dengan cepat menjauhkan pemikiran itu dari mereka. Beberapa orang mencoba memahami apa yang salah, dan berakhir dengan menemukan Shadow-bayangan.

Shadow adalah sisi gelap kita, yang mendikte bagaimana kita seharusnya berlaku dan bertindak. Ketika kita mencoba membebaskan diri kita dari Persona, kita menyalakan sebuah lampu di dalam diri kita, dan kita melihat jejaring laba-laba, sifat pengecut, kekejaman. Shadow ada di dana untuk menghentikan perkembangan kita, dan biasanya dia berhasil, dan kita berlari kembali pada siapa kita sebelum kita mulai merasa ragu. Namun demikian, beberapa orang berhasil bertahan menghadapi pertemuan dengan jaring laba-laba mereka sendiri, dan berkata, “Ya, aku punya beberapa kesalahan, tapi aku baik-baik saja, dan aku ingin melanjutkan. Pada tahap ini, Shadow menghilang dan kita bersentuhan dengan Soul-jiwa. Soul yang dimaksud Jung bukanlah “jiwa” dalam artian religius; dia berbicara tentang kembali pada Jiwa Dunia, sumber segala pengetahuan. Insting menjadi lebih kuat, emosi lebih radikal, interpretasi perlambang menjadi lebih penting daripada logika, persepsi terhadap realitas semakin berkurang dalam kekakuannya. Kita mulai bergulat dengan hal-hal yang sudah biasa bagi kita, dan kita mulai beraksi melakukan hal-hal yang bahkan kita sendiri tak menduga.

Dan kita menemukan bahwa jika kita bisa menyalurkan arus energi yang berkesinambungan itu, kita bisa menatanya mengelilingi suatu titik pusat yang sangat nyata, yang oleh Jung disebut Wise Old Man-pria tua bijaksana-untuk para pria dan Great Mother-ibu agung-untuk para wanita. Mengizinkan hal ini termanifestasi sangatlah berbahaya. Secara gamblang bisa dikatakan, siapa pun yang mencpai tahapan ini memiliki kecenderungan untuk memandang diri sendiri sebagai seorang suci, penakhluk roh, nabi. Diperlukan kadar kedewasaan yang amat besar jika seseorang bersentuhan dengan energi dari Wise Old Man atau Great Mother ini.

Bukan hanya orang, masyarakat juga, bisa dikategorikan ke dalam empat tahapan ini. Kebudayaan barat memiliki sebuah Persona, ide-ide yang mebimbing kita. Dalam usahanya untuk beradaptasi dengan perubahan, ia bersentuhan dengan Shadow, dan kita melihat demonstrasi massa, di mana energi kolektif bisa dimanipulasi untuk kebaikan maupun keburukan. Tiba-tiba, karena alasan tertentu, Persona ataupun Shadow tidak lagi cukup manusia, dan kemudian tibalah saatnya untuk melakukan loncatan, hubungan tanpa sadar dengan Soul. Nilai-nilai yang baru mulai bermunculan.(hal. 196-198)

Cinta mengisi segala sesuatu. Dia tidak bisa didambakan karena di sendiri merupakan akhir. Dia tidak bisa dihianati karena dia tidak ada hubungannya dengan kepemilikan. Dia tidak dapat ditawan karena dia adalah sungai dan akan membanjiri tepiannya. Siapa pun yang memenjarakan cinta akan memotong mata air yang mengisinya, dan air yang terperangkap akan menggenang dan membusuk. (hal. 225)

Supaya potongan-potongan kayu yang lebih besar bisa menyala, ranting-ranting kayu bakar harus terlebih dahulu terbakar. Supaya kita bisa mebebaskan energi kekuatan kita, kelemahan kita haruslah lebih dulu mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan dirinya. Supaya kita bisa memahami kekuatan yang kita bawa dalam diri kita dan rahasia-rahasia yang sudah terbuka. Mula-mula kita perlu membiarkan permukaannya--harapan-harapan, ketakutan, penampilan—terbakar habis. (hal. 268)

Cinta bukanlah suatu kebiasaan, sebuah komitmen, atau utang. Cinta bukan apa yang dikatakan lagu-lagu romantis pada kita-cinta adalah cinta. Tanpa definisi. Cintailah dan jangan bertanya terlalu banyak. Cukuplah mencintai saja.(hal. 292)

Kelebihan Novel ini

Novel ini, menurut pembaca, ingin menunjukkan bagaimana pemikiran Carl Gustav Jung bekerja sehingga memudahkan dalam pemahaman. Selain itu, terdapat unsur eksistensialis di mana sang tokoh utama yang dibicarakan dengan berani memilih apa yang ia inginkan secara kehendak, rasio dan perasaannya. Ia menjadi dirinya sendiri bukan apa yang dikehendaki oleh masyarakat, teman-teman bahkan orang tua angkatnya yang telah melakukan internalisasi primer yang kuat. “Free choise” adalah sesuatu yang membuatnya unik dan independen. Itu adalah salah satu cara untuk menghilangkan ruang kosong yang terdapat dalam diri manusia.

Kekurangan Novel ini

Kekurangan yang apabila dibaca oleh ‘man in the street’,spekulasi pembaca, akan menanggapi bahwa memang benar bahwa cerita tersebut ingin menunjukkan bahwa daya spiritualitas itu dapat dicapai dengan cara lain, misalnya dengan menari Wirling, sehingga nama ‘Ibu Agung’ benar-benar ada. Atau hanya sekedar cerita mengenai sekte sesat yang menamakan diri Ibu Agung. Bila dipahami secara positif melalui perenungan bahwa secara metafisis ketidakadilan dari KeTuhanan dengan label Bapa atau Father menyebabkan adanya hierarkis di dalam sosial. Yaitu budaya parthiarkhal berada di atas, sedangkan kaum perempuan tidak mendapat posisinya yang seimbang. Menurut tafsir pembaca, penulis ingin menunjukkan sisi Feminis Tuhan bukan menunjukkan ada sekte sesat. Sehingga, pembaca dapat menimbang ulang akan ketidakadailan di dalam masyarakat.[1]


[1] Tentang Feminisme Tuhan tidak hanya dibahas Paulo Coelho di novel ini tetapi juga di Novel By River Piedra I sat down and Wept.

Refleksi Mitos Benua Atlantis Plato Pada Penciptaan Negara Ideal

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Tradisi Budaya (Folklore) digolongkan sebagai intagible cultural heritage. Folklore merupakan suatu karya cipta yang telah diketahui secara turun-temurun oleh suatu golongan masyarakat baik secara lisan maupun tulisan serta direproduksi dan merefleksikan identitas sosial dan budaya suatu masyarakat tertentu. Folklore diekspresikan melalui cerita rakyat, musik, lagu dan tarian tradisional, serta kesenian rakyat lainnya. Folklore biasanya tidak dipergunakan untuk kepentingan komersil, melainkan untuk kepentingan kebudayaan dan agama, dan Folklore secara terus-menerus berevolusi dan berkembang dalam suatu masyarakat.

Ada sebuah mitos tertuang di dalam sebuah novel fiksi-ilmiah. Mitos ini menceritakan sebuah benua yang pernah mengalami kejayaan. Sehingga benua tersebut menguasai benua lain di sekitarnya dan bahkan ditakuti oleh seluruh benua di muka bumi. Alur cerita dari novel itu, salah satunya ialah menunjukkan bahwa ada sebuah benua, bernama Atlantis, berkedudukan di sekitar Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Cerita itu menunjuk pada sebuah karya Plato yang berjudul Critias dan Timaeus. Cerita mengenai benua yang hilang sangatlah misterius dan menimbulkan banyak pertanyaan bagi sebagian besar orang. Sehingga, dengan membaca buku tersebut, saya menjadi ragu-ragu tentang antara apa yang ingin disampaikan dan apa yang telah terjadi. Apakah memang benar-benar ada Benua Atlantis? Ada yang mengatakan bahwa Benua yang hilang itu dulunya terletak di Nusantara. Dengan kesempatan di mata kuliah Etnofilsafat, saya berani untuk mengkajinya dari sisi lain.

Metode yang saya pakai untuk menafsirkan ulang teks tersebut ialah teori fusi-fusi Horizon dari Hans Georg Gadamer. Teori ini menyatukan antara pesan pengarang dengan tafsiran pembaca sehingga pembaca mendapatkan mamfaatnya. Saya menggunakan metode ini dikarenakan metode ini cocok untuk digunakan di dalam menafsirkan Mitos Benua Atlantis bila dibandingkan dengan toeri hermeneutika lainnya. Selain itu, dengan metode ini, tafsiran antara pengarang dan pembaca diketengahkan sehingga intrepretasi tidak disalahgunakan.

I.2. Permasalahan

Permasalahan yang diangkat di dalam makalah ini ialah:

  1. Bagaimana sebenarnya Mitos Benua Atlantis itu?
  2. Apa metode yang dipakai?
  3. Bagaimana penerapan metode pada mitos tersebut, apa intisarinya?

I.3. Maksud dan Tujuan

Maksud penyusunan makalah ini ialah:

  1. Mendeskripsikan Mitos Benua Atlantis;
  2. Mendeskripsikan metode Hermeneutika Gadamer;
  3. Menerapkan metode tersebut pada mitos yang diambil untuk mendapatkan penafsiran baru yang dapat diambil intisari atau teorinya.

Tujuan dari penyususan makalah ini ialah:

  1. Mendapatkan pengetahuan mengenai Mitos Benua Atlantis;
  2. Mendapatkan intisari dari Mitos Benua Atlantis;
  3. Pelaksanaan diskusi kritis agar Mitos ini dapat dikaji ulang secara teoritis.

BAB II

PEMBAHASAN

II.1. Mitos Benua Atlantis

Plato mengarang dialong Timaeus dan Critias sekitar 360 tahun sebelum Masehi. Tokoh-tokoh dalam dialog itu adalah orang-orang nyata yang dikenal oleh Plato. Critias, salah satu tokoh dialog, adalah kakek buyut Plato. Socrates, tokoh lainnya, adalah guru Plato. Hermocrates adalah seorang negarawan dan tentara dari Syracuse. Cuma satu orang yang tidak mampu dujelaskan oleh sejarah, siapa sesungguhnya dirinya, yaitu Timaeus. Sedangkan, tokoh-tokoh yang dibicarakan dalam dialog juga beragam. Pertama Critias, anak dari Dropides dan kakek dari Critias, yang terlibat dalam dialog. Keduanya memiliki nama yang sama. Solon, ahli hukum, sastrawan, dan juga seorang petualang yang hidup tiga abad sebelum Plato. Solon-lah yang mendapatkan cerita tentang Atlantis dari para pendeta kota Sais, Mesir Kuno.

Sebenarnya cerita ini hanya secuil bagian dari dialog itu yang membahas masalah Atlantis. Sebab, sebagian besar dialog justru berbicara tentang banyak hal dalam kehidupan. Tuhan, mausia, jiwa ,kesehatan, dan tubuh. Pada bagian Timaeus kita hanya akan menemukan satu dialog tentang Atlantis. Sedangkan pada bagian Critias, cerita tentang Atlantis cukup banyak.

Cerita tentang Atlantis Plato dapatkan dari kisah perjalanan Solon ke kota Sais salah satu distrik pada kerajaan Mesir Kuno. Para pendeta di kota itu bercerita tentang sejarah yang telah dilupakan oleh orang-orang Yunani tentang sebuah bangsa besar yang pernah menyerang nenek moyang mereka ribuan tahun lalu. Selama tiga abad setelah kematian Solon, cerita itu terpendam begitu saja hingga Plato mengungkapkannya lagi dalam bentuk dialog. Atlantis disebut sebagai dunia lama. Tidak ada temuan arkeologis, tidak ada peninggalan tertulis yang ada hanya cerita yang didapatkan oleh Solon dari pendeta di distrik Sais. Sebagaimana terungkap dalam dialog Timaeus dan Critias.

Salah satu pendeta yang sudah cukup tua berkata, “Solon, kalian orang Yunani tidak lebih dari anak-anak semua, tidak ada orang tua di antara kalian.” Solon bertanya apa yang dimaksud oleh pendeta dengan kata-kata itu. Ia menjelaskan bahwa dalam pikiran orang-orang Yunani yang ada hanyalah masa sekarang. Tidak ada yang berusaha untuk mencari jejak pengetahuan masa lalu. Pendeta itu menceritakan kepada Solon kenapa hal itu samapi terjadi.

Ada suatu masa ketika bangsamu dan bangsa-bangsa lainnya dilengkapi dengan kemampuan menulis serta kelengkapan hidup lainnya. Tiap masa dipisahkan oleh jarak waktu. Hingga datang waktunya, muncul wabah dari langit. Seperti penyakit campak yang ditebar begitu saja. Sehingga, yang tertinggal di antara kalian hanyalah orang-orang yang tidak bisa membaca dan tidak memiliki pengetahuan. Maka, kalian memulai lagi segala sesuatunya seperti anak-anak yang tidak mengerti apa-apa. Perihal silsilah yang kamu jelaskan kepada kami tidak lebih baik daripada cerita anak-anak.

Malapetaka dan bencana yang menimpa manusia disebabkan oleh banyak hal tertapi di antara sekian banyak hal itu, air dan api memegang peran yang paling penting. Kamu hanya mengetahui satu banjir besar yang pernah terjadi. Tetapi sebenarnya, ada banjir besar sebelumnya yang juga pernah terjadi. Menenggelamkan tempat-tempat yang dulu didiami oleh manusia terbaik dan paling adil. Ketika bencana datang hanya sebagian kecil dari mereka yang selamat. Orang-orang yang selamat itu pada akhirnya juga meninggal tanpa meninggalkan satu pun cerita tertulis.

Sebelum banjirterbesar yang pernah terjadi, kota besar Athena dikenal selalu terdepan dalam berperang. Kota itu diatur dengan pemerintahan paling baik dibandingkan kota-kota lainnya. Kota itu juga dikenal karena konstitusinya yang paling adil dibandingkan tradisi yang pernah ada pada tempat di kaki langit.

Menyangkut bangsamu sembilan ribu tahun yang lalu, aku akan menjelaskan kepadamu tentang hukum dan tindakan mereka yang terus dikenang. Sebuah keberanian menghadapi kekuatan bangsa yang muncul di tengah-tengan Lautan atlantik.

Begitu banyak tindakan angung tercatat sejarah kita. Tetapi, ada satu tindakan dan perbuatan yang melebihi semua tindakan yang pernah ada. Sejarah mencatat sebuah kekuatan besar yang sulit untuk ditandingi melakukan ekspedisi penakllukan sepanjang Asia dan Eropa. Dan kota kalian adalah sasaran akhir mereka. Kekuatan besar ini muncul di Lautan Atlantik. Pada saat itu Atlantik dapat dan bisa dilayari. Terdapat sebuah pulau yang terletak di depan selat yang kalian sebut Pillar Hercules. Pulau itu lebih luas daripada gabungan antara Asia Minor dan Libya. Melalui pulau ini, kamu bisa mengitari semua bagian benua yang dikelilingi oleh lautan. Bagian laut yang terdapat Pillar Hercules adalah sebuah pelabuhan. Memiliki pintu masuk yang sempit. Sisanya adalah lautan luas yang menggelilingi daratan sehingga bisa disebut sebagai benua tanpa batas.

Di Pulau Atlantis terdapat kerajaan yang mahabesar menguasi pulau-pulau dan benua. Orang-orang Atlantis telah menguasai bagian bumi sejauh Libya hingga Mesir dan sejauh Eropa hingga Tyrenia. Kekuasaan seluas itu terpusat pada satu orang. Mereka juga berusah menundukkan negerimu. Tetapi, Solon, nenek moyangmu memancarkan keteguhan hati dalam kebenaran dan keberanian. Di bawah pimpinan Raja Hellenis, nenek moyangmu berhasil mengusir para pendatang itu dan membebaskan negeri-negeri sekitar selat dari perbudakan oleh para pendatang.

Tidak lama kemudian terjadilah gempa dan banjir besar. Dalam satu hari satu malam malapetaka menghancurkan Atlantis. Semua prjurit tenggelam ke dasar bumi. Dan Pulau Atlantis hilang di dasar laut. Karena alasan itu, laut di sekitarnya tidak dapat dilalui dan dilayari. Banyak onggokan lumpur. Ini disebabkan oleh pulau-pulau yang tenggelam.

Konon setiap Dewa memiliki wilayahnya sendiri-sendiri di muka bumi ini. Tempat manusia membuat kuil dan melaukukan pengorbanan untuk mereka. Poseidon mendapatkan Pulau Atlantis, tempat ia menghasilkan keturunan dengan seorang wanita biasa.

Poseidon kemudian menjadi dewa tempat itu. Ia tidak memilki kesulitan untuk menetapkan aturan bagi pulau tersebut. Dari dasar bumi muncul dua jenis mata air. Satu mata air hangat, satu lagi dingin. Segala jenis tumbuhan untuk berbagai makanan tumbuh subur di atas pulau. Ia mendapatkan lima pasang orang anak laki-laki dari Cleito. Kemudian ia membagi Pulau Atlantis menjadi sepuluh bagian. Untuk putra sulungnya, ia memberikan tanah kelahiran Cleito dan daerah sekitarnya yang merupakan wilayah terluas dan terbaik. Putra sulung ia tetapkan sebagai raja di antara saudara-saudaranya yang diang diangkat sebagai pangeran. Mereka masing-masing mendapat daerah yang luas dan memerintah banyak orang.

Ia memberikan nama untuk tiap putranya. Putera tertua yang menjadi raja pertama ia beri nama Atlas. Sejak itu seluruh pulau dan lautan yang mengitarinya disebut dengan Atlantik.Kelak keturunan mereka selama sekian generasi adalah penguasa dari penduduk yang berdiam di pulau-pulau dengan laut terbuka. Dan seperti yang sudah aku ceritakan, kekuasaan mereka telah menggetarkan sunia sampai dengan pillar hingga sejauh Mesir dan Tyrhenia.

Di pulau tersebut kayu sangat melimpah ruah untuk diolah oleh tukang kayu. Juga cukup untuk dijadikan perlengkapan guna memelihara hewan ternak dan berburu hewan liar.

Lebih dari itu, terdapat banyak gajah di sana. Mereka berbagi tempat dan makanan dengan hewan-hewan lainnya, baik hewan yang hidup di sungai dan danau maupun hewan yang hidup di gunung dan dataran tinggi. Termasuk juga dengan hewan-hewan paling besar dan buas di antara mereka.

Akar, kayu dan buah-buahan yang intisarinya menghasilkan bau yang wangi terdapat melimpah di pulau itu. Buah-buahan yang sengaja ditanam bisa dibedakan dua jenis. Pertama adalah buah kering yang dijadikan sebagai makanan. Kedua adalah buah-buahan dengan kulit keras. Digunakan sebagai minuman dan obat penyakit kulit. Sementara, buah sarangan dan sejenisnya memberikan kesenangan dan hiburan. Buah-buahan yang telah disimpan bisa digunakan sebagai hidangan penutup setelah makan malam, setelah puas menikmati segala jenis makanan di pulau ini. Usai semua itu, tibalah saatnya untuk menikmati cahaya matahari yang melimpah ruah secara menakjubkan.

Pemerintahan militer berlaku di kota kerajaan. Sementara di sembilan kota lainnya bervariasi. Mengenai jabatan dan penghormatan, pada awalnya diatur sebagai berikut. Tiap raja dari sepuluh raja pada wilayah mereka masing-masing memiliki kekuasaan yang absolute terhadap rakyat. Pada beberapa kasus, di luar hukum, mereka menghukum dan membunuh siapa saja.

Sekarang dibuat hukum dan ketentuan yang lebih tinggi atas mereka. Dan hubungan timbal balik antara mereka diatur oleh Poseidon yang menguasai setiap hukum dan ketentuan. Semua ini dituliskan oleh raja pertama pada Pillar Orichalcum yang terletak di tengah-tengah pulau pada kuil Poseidon. Tempat para raja berkumpul setiap enam tahun sekali. Memberi pengormatan yang sama untuk urutan ganjil dan genap.

Ketika mereka berkumpul mereka mendiskusikan tentang keinginan mereka masing-masing. Saling menanyakan siapa di antara mereka yang telah melanggar segala sesuatunya kemudian memberikan pertimbangan dan keputusan.

Pada Pillar, selain undang-undang, juga terdapat tulisan sumpah untuk kutukan hebat bagi yang melanggar. Menghukum siapa saja di antara mereka yang telah melanggar janji mereka. Dan sebisa-bisanya, pada masa yang akan datang, mereka tidak akan melakukan kesalahan terhadap apa yang telah tertulis pada Pillar. Tidak akan memberi perintah atau menerima perintah dari siapa saja untuk melanggarnya. Mereka akan bertindak sesuai dengan hukum-hukum yang ditetapkan oleh ayah mereka, Poseidon.

Terdapat banyak hukum dan ketentuan tertulis pada kuil yang mempengaruhi raja. Tetapi, yang terpenting di antaranya adalah mereka tidak akan berperang satu sama lain. Dan mereka akan saling membantu bila salah seorang di antara mereka hendak dijatuhkan. Seperti nenek moyang mereka, mereka akan bersama-sama dalam menghadapi perang dan berbagai masalah lainnya. Memberi kekuasaan tertinggi untuk keturunan Atlas.

Dan para raja tidak memilki kekuasaan atas hidup dan matinya rakyat, kecuali ia mendapat persetujuan mayoritas dari sepuluh orang raja. Itu adalah kekuasaan sangat besar yang diberikan oleh dewa pada pulau yang hilang, Atlantis.

Selama sekian generasi, segala sifat kedewaan bertahan pada mereka. Mereka patuh pada hukum-hukum dengan penuh perasaan cinta pada dewa yang telah menciptakan mereka, untuk setiap kebenaran yang mereka miliki dan jalan untuk ruh agung. Bersatu dengan segenap kebajikan dalam hidup. Mereka mengenyampingkan semua hal kecuali kebaikan. Menerima sedikit untuk kehidupan mereka dan tidak terlalu memikirkan kepemilikan terhadap emas dan barang-barang lainnya yang mereka lihat kelak akan terkubur. Mereka juga tidak dimabukkan oleh kemewahan. Kekayaan juga tidak mencabut kontrol mereka atas diri sendiri. Tetapi, mereka adalah orang-orang yang bijak dan melihat dengan jelas bahwa kenikmatan dari benda-benda itu bisa didapatkan dalam kebaikan dan persahabatan. Walaupun mereka telah tiada, tetapi persahabatan selalu ada di antara mereka.

Masa berganti, kualitas hidup mereka meningkat tetapi sifat kedewaan mereka mulai pudar. Sifat itu semakin tipis dan mulai bercampur-baur dengan kekerasan. Sifat dasar manusia telah di angkat dari mereka. Mereka kemudian tidak lagi mendapatkan keberuntungan. Mereka tidak lagi berjalan bersama dan saling memandang secara sederajat. Mereka telah kehilangan rasa adil sebagai hadiah berharga bagi mereka. Tetapi bagi mereka yang tidak mampu melihat kegembiraan yang sesungguhnya, mereka merasa menang dan diberkati setiap kali mereka menunjukkan ketamakan dan penyalahgunaan kekuasaan.[1]

II.2. Metode Hermeneutika[2]

  1. Kesadaran akan situasi hermeneutis. Apa yang penting dari konsep situasi ini adalah bahwa seseorang tidak bisa berada di luarnya, dan oleh karena itu, takkan pernah memiliki pengetahuan objektif dan sempurna tentangnya. Intensionalitas pada kasus Mitos Benua Atlantis. Ketika ingin memahami sebuah fenomena dari jarak historis, yang jadi karakter situasi hermeneutis, kita mau tak mau terikat dengan akibat dari sejarah-berdampak ini. Dampak-dampak inilah yang menentukan apa yang patut dan apa yang tidak dari fenomena tersebut. Sangatlah tidak mungkin menuju fenomena itu tanpa mengindahkan pengaruh-pengaruh (prasangka) yang ditimbulkannya di sepanjang aliran sejarah. Sehingga, di dalam membaca Novel itu, saya mengangkat fenomena-fenomena tertentu yang saya dapat katakan sebagai pesan dari teks.
  2. Pra-pemahaman, pengetahuan yang telah didapatkan oleh pembaca di dalam faculty of kognition. Pra-pemahaman berupa konsep kenegaraan yang telah dipelajari dari berbagai sumber.
  3. Penggabungan antara horizon penafsir dengan horizon teks. Ada kesamaan konsep antara penafsir dengan teks, namun tanpa mengubah konsep pada teks. Di dalam permainan jarak dekat tersebut, terjadi proses mediasi, dan asimilasi antara masa yang lalu dengan yang kini, dan kita dikaitkan dengan yang nanti, pemahaman menjadi sesutu yang produktif, karena dia menghasilkan proyeksi. Proyeksi tersebut sebetulnya adalah pengetahuan tentang apa yang akan diadakan di masa datang. Patut diingat bahwa penyisihan ini bukanlah pekerjaan penafsir menggunakan metode, akan tetapi jarak temporal itu sendiri yang melakukan pemilahan. Dilihat dari konteks peleburan cakrawala dan situasi hermeneutis, hakikat pengalaman adalah kekecewaan dan harapan. Kekecewaan melahirkan harapan, sementara harapan akan berujung pada kekecewaan. Cakrawala dan kesadaran akan sejarah-berdampak melahirkan proyeksi-proyeksi pemahaman. Konsep itu berkaitan denga tipe-tipe kenegaraan. Kemudian, menemukan unsur-unsur lain di dalam teks (pesan-pesan Plato) yang menurut penafsir sangatlah penting.
  4. Menerapkan “makna yang berarti” dari teks, bukan makna objektif teks. Penemuan faktor-faktor yang berpengaruh di dalan kenegaraan di mana kondisinya hampir sama dengan situasi kenegaraan sekarang. Menerapkan “makna yang berarti” dari teks, bukan makna objektif teks. Penemuan faktor-faktor yang berpengaruh di dalam kenegaraan di mana kondisinya hampir sama dengan situasi kenegaraan sekarang.

II.3. Intisari Pemikiran

Deskripsi Benua Atlantis di atas menunjukan kesempurnaan sebuah benua, kesuburan, keadilan, kesempurnaan tata kota, dst. Dengan hal tersebut Plato mengungkapkan Dunia Idea-nya yang menjadi tema dualitasnya. Ia menggambarkan seperti apa dunia ideal yang menjadi dunia real sesungguhnya. Sebenarnya setiap manusia mempunyai harapan sebagai cita-cita ideal dalam kehidupan, bermasyarakat dan bernegara. Plato ingin mewujudkan itu dengan menggambarkannya dalam dunia idealnya. Mengapa harus Atlantis? Pemikiran Plato, seperti yang dijelaskan di dalam Filsafat Yunani, mempunyai kekurangan yaitu pemikirannya masih menggunakan Mitologi sebagai penggambaran. Jadi, penamaan Atlantis itu berasal dari Dewa Atlas. Tidak masalah bila ia hanya inggin menggambarkan dunia yang sempurna. Yang harus kita ambil nilai pentingnya ialah ia ingin menunjukan bahwa negara ideal menurut Plato itu seperti apa.

Plato mengungkapkan tiga golongan hirarkis tiga atau golongan orang di dalam sebuah negara. Tiga golongan itu, pertama ialah penjaga-penjaga yang sebenarnya atau filsuf-filsuf. Karena mereka mempunyai pengertian mengenai “yang Baik”, kepemimpinan negara dipercayakan ke dalam tangan mereka. Ini dideskripsikan di dalam cerita tersebut dipimpin oleh sepuluh raja bersaudara. Golongan kedua adalah pembantu-pembantu atau prajurit-prajurit. Mereka ditugaskan menjamin keamanan negara dan mengawasi supaya para warga negara tunduk kepada filsuf-filsuf. Hal ini terdapat di dalam deskripsi negara Atlantis yang terdapat kekuatan militer. Dan golongan ketiga terdiri dari petani-petani dan tukang-tukang yang menaggung kehidupan ekonomis bagi seluruh polis. Hal ini tergambarkan bahwa konsep pertanian dan warga negara di dalam pemerintahannya.

Pemikiran Plato akan negara ideal terdapat dua jenis pemerintahan yaitu demokrasi dan monarki. Demokrasi terletak pada kepemimpinan sepuluh orang raja yang harus melalui kesepakatan di dalam memutuskan suatu perkara. Monarki terletak pada kekuasaan yang dipegang oleh mereka bersifat absolut.

Menurut Plato tujuan manusia adalah eudaimonia atau hidup yang baik. Sama seperti kisah Benua ini yang menunjukan bahwa kesepuluh raja memiliki sifat itu. Menurutnya, kodrat manusia adalah makhluk sosial, digambarkan sebagai demokrasi diantara para pemimpin yang bijaksana itu bahwa dalam mengambil keputusan, mereka harus saling mengemukakan pendapatnya agar mencapai keputusan bersama. Nyata bahwa hidup yang baik menuntut juga negara yang baik. Dalam suatu negara yang buruk pada warga negara tidak mampu mencapai hidup yang baik. Ini juga tergambarkan di dalam paragraf deskripsi yang terakhir bahwa saat raja menjadi tamak maka hidupnya tidak beruntung lagi.


BAB III

PENUTUP

Pemikiran Kritis

Negara Indonesia sedang mengalami krisis kepemimpinan. Masyarakat melihat para pemimpin bukan lagi sebagai sesorang yang mengandung eudaimonia atau Yang Baik. Justru ketamakan akan kekuasaan dan materilah yang menguasainya. Pesan untuk generasi selanjutnya bahwa pengetahuan bukan untuk dijadikan sebagai alat mencetak uang tetapi mencetak Kebaikan di dalam kehidupan, maka akan menjadi kehidupan negara yang baik seperti Negara Atlantis yang makmur dan berjaya. Lalu, kapankan manusia akan menyadarinya? Kegagalan sebuah negara telah diramalkan oleh Plato.

DAFTAR PUSTAKA

Ito,Es. Negara Kelima. Serambi:Jakarta, 2008.

Muzir, Inyak Ridwan. Hermeneutika Filosofis Hans-Georg Gadamer. Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008.



[1] Es Ito, Negara Kelima (Serambi:Jakarta, 2008), hal.145-171.

[2] Inyak Ridwan Muzir, Hermeneutika Filosofis Hans-Georg Gadamer (Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hal. 135-146.


Keterangan: Makalah ini dibuat dalam rangka mata kuliah Etnofilsafat di Departemen Filsafat UI, Depok.